Friday 13 January 2012

Hukum Islam Atas Tindak Pidana Korupsi

Bagaimana Islam sesungguhnya memandang korupsi (ghulul) ? Dan bagaimana pula hukum Islam memberikan hukuman atas tindak pidana korupsi? Dua pertanyaan ini sengaja diajukan oleh Materi Dakwah Islam dan Kultum terkait dengan keadaan korupsi di Indinesia. Sebagaimana kita ketahui, korupsi di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda

Syariah Islam yang menjadi sandaran hukum Islam mempunyai tujuan menciptakan maslahah (kebaikan dan keseimbangan) dalam tatanan masyarakat. Upaya untuk mewujudkan kemaslahatan ini kemudian dalam bahasa Agama disebut dengan maqashidusy syariah. Diantara kemaslahatan yang hendak dituju tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdhul mal), baik harta milik pribadi ataupun publik dari berbagai bentuk penyelewengan dan pelanggaran

berkurang atau turun kuantitas dan kualitasnya.

Dalam berbagai sektor, korupsi seakan sudah menjadi bagian dari proses hidup bernegara. Tak ada satu departemen atau kementrianpun yang bebas dari korupsi. Demikian pula lembaga-lembaga penegakkan hukum juga tak lepas dari jamahan korupsi. Pendek kata, korupsi telah mencengkeram sendi-sendi kehidupan bernegara. Pertanyaannya adalah apakah korupsi yang telah merampas uang negara dan rakyat Indonesia ini tak terjamah oleh hukum? Apakah pedang keadilan menjadi tumpul ketika harus berhadapan dengan korupsi?

Islam merupakan Agama yang kaffah, yang tujuan diturunkannya adalah untuk menciptakan rahmah dan tata kehidupan yang baik serta menebar nilai-nilai ketuhanan. Dalam rangka ini, Islam memberikan tata aturan yang harus ditatati oleh pemeluknya. Tata aturan ini yang kemudian disebut dengan hukum Islam. Hukum Islam ini bersandar pada syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.

Syariah Islam yang menjadi sandaran hukum Islam mempunyai tujuan menciptakan maslahah (kebaikan dan keseimbangan) dalam tatanan masyarakat. Upaya untuk mewujudkan kemaslahatan ini kemudian dalam bahasa Agama disebut dengan maqashidusy syariah. Diantara kemaslahatan yang hendak dituju tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdhul mal), baik harta milik pribadi ataupun publik dari berbagai bentuk penyelewengan dan pelanggaran.

Hukum perbuatan korupsi menurut pendapat para ulama secara ijma' atau konsensus adalah haram. Haram karena bertentangan dengan prinsip maqashidusy syari’ah. Keharaman perbuatan korupsi dapat ditinjau dari berbagai segi yang antara lain :
  1. Perbuatan korupsi merupakan tindakan curang serta penipun yang akan merugikan keuangan negara dan kepentingan publik. Tindakan ini dikecam oleh Allah dan diancam dengan hukuman yang setimpal di akhirat (QS. Ali Imran : 161)
  2. Perbuatan korupsi yang merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain adalah satu bentuk penghianatan terhadap amanah kepemimpinan yang diberikan kepadanya. Berkhianat bahkan termasuk salah satu karakter orang munafiq
  3. perbuatan korupsi termasuk tindakan dzalim karena memperkaya diri atau orang lain dari harta kekayaan negara yang merupakan jerih payah masyarakat dan termasuk orang miskin yang membayar pajak. Perbuatan dzalim ini mendapatkan adzab yang pedih (QS. Az-Zukhruf : 60)
  4. termasuk kategori korupsi adalah kolusi dengan memberikan fasilitas negara kepada orang yang tidak berhak karena adanya kesepakatn-kesepakatan tertentu, seperti menerima suap dari pihak yang diuntungkannya. Nabi memperingatkan terhadap prilaku ini: “Allah melaknat orang-orang yang menyuap dan yang menerima suap.” Dalam riwayat lain disebut juga “dan perantaranya”. (HR. Ahmad). Juga dalam sabdanya yang lain : ”Barangsiapa yang telah aku pekerjakan dalam satu jabatan, lalu kuberi gajinya, maka sesuatu yang dipungutnya tanpa sah di luar gajinya adalah korupsi.” (HR. Abu Dawud)

Hukum pemanfaatan hasil korupsi untuk konsumsi atau biaya lain seperti menunaikan ibadah haji, memberikan sumbangan dan sebagainya adalah haram sebagaimana pemanfaatan harta hasil merampok, mencuri dan menipu serta hasil kejahatan lainnya.

Dalam hukum Islam dikenal tiga tindakan pelanggaran, yaitu tindak pidana hudud, tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana takzir yang hukumannya diserahkan kepada hakim sesuai dengan tingkat pidananya. Menurut ulama fiqih pula, tindak pidana korupsi lebih dikelompokkan tindak pidana takzir walau menurut sifatnya lebih mirip dengan tindak pidana hudud seperti mencuri.

Jika termasuk tindak pidana hudud maka pelaku korupsi akan kena hukuman potong tangan. Dan bila termasuk tindak pidana takzir maka hukumannya adalah sebagaimana tergambar dalam keterangan berikut ini :
  1. hukuman peringatan, ancaman, teguran, celaan, dampratan, deraan, atau pukulan (QS. An-Nisa : 34)
  2. hukuman penjara, baik untuk sementara atau permanen
  3. hukuman penyaliban sebagaimana yang diberlakukan kepada pelaku tindak keonaran dan pembangkangan (hirabah)
  4. hukuman mati seperti yang diberlakukan kepada provokator, mata-mata, penyebar fitnah, kejahatan penyimpangan seksual dan perbuatan makar
  5. hukuman pengasingan atau pembuangan
  6. hukuman publikasi Daftar Orang-orang Tercela (DOT) seperti yang diberlakukan kepada pelaku kejahatan kesaksian palsu, kejahatan bisnis dan sebagainya
  7. hukuman pencopotan dari jabatan
  8. hukuman penyitaan harta dan sanksi berupa denda finansial.
(dikutip dari buku Fiqih Aktual : Dr. Setiawan Budi Utomo)

Nomor urut dalam daftar hukuman tersebut tidak mencerminkan urutan hukuman bagi pelaku korupsi, melainkan dapat diterapkan sesuai tingkat kesalahannya. Bahkan bila perlu diberlakukan secara kumulatif untuk kasus-kasus tertentu.

Demikian, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita. Dan semoga korupsi lenyap dari bumi tercinta Indonesia.

No comments:

Post a Comment