Friday 25 November 2011

Bentuk-bentuk dan Macam Kejujuran

Mengenai kejujuran, ada beberapa topik atau tema yang terkait. Misalnya adalah pengertian, manfaat, bentuk dan macamnya, sebab-sebab harus jujur, cara menjadi orang jujur, dan cara menjaga kejujuran.

Dalam kesempatan ini, tidak semua topik atau tema kejujuran akan dibahas oleh Materi Dakwah Islam dan Kultum, tetapi hanya terbatas pada bentuk dan macam kejujuran. Sedangkan yang lain, insya Allah dibahas pada kesempatan yang lain.

Ada beberapa bentuk atau macam kejujuran yang harus senantiasa dilakukan oleh seorang, baik muslim atau bukan. Jujur adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Apalagi dalam kontek Indonesia. Penting bagi Indonesia karena Negara ini banyak terjadi korupsi dalam berbagai lini dan tingkatan. Baik yang individu maupun kolektif. Menjadi sebuah keniscayaan, bila kejujuran menjadi semangat bersama.

Adapun bentuk, macam, dan aneka pegelompokan kejujuran adalah sebagai berikut:

1. Jujur niat dan kemauan (shidqu an-niyyah wa al-'azm)

Adalah melakukan segala sesuatu dilandasi motivasi dalam kerangka hnaya mengharap ridha Allah swt. Nilai sebuah amal di hadapan Allah swt. sangat ditentukan oleh niat atau motivasi seseorang. Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang sangat populer menyatakan bahwa sesungguh-nya segala amal manusia ditentukan oleh niatnya.

Selain itu, seorang muslim harus senantiasa menimbang-nimbang dan menilai segala sesuatu yang akan dilakukan apakah benar dan bermanfaat. Apabila ia sudah yakin akan kebenaran dan kemanfaatan sesuatu yang akan dilakukan, maka tanpa ragu-ragu lagi akania lakukan. Kadang sesuatu yang benar belum tentu bermanfaat di masyarakat tertentu. Demikian juga sesuatu yang bermanfaat belum tentu benar. Oleh karena itu, pertim-bangan benar dan bermanfaat secara bersamaan perlu dikedepankan.

2. Jujur dalam perkataan (shidqu al-lisan)

Jujur dalam bertutur kata adalah bentuk kejujuran yang paling populer di tengah masyarakat. Orang yang selalu berkata jujur akan dikasihi oleh Allah swt. dan dipercaya oleh orang lain. Sebaliknya, orang yang berdusta, meski hanya sekali apalagi sering berdusta maka akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Rasu¬lullah mengingatkan:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« اضْمَنُوا لِى سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَضْمَنُ لَكُمُ الْجَنَّةَ اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ وَأَدُّوا إِذَا اؤْتُمِنْتُمْ وَاحْفَظُوا فُرُوجَكُمْ وَغُضُّوا أَبْصَارَكُمْ وَكُفُّوا أَيْدِيَكُمْ

"Jaminlah kepadaku enam perkara dari dirt kalian, niscaya aku men-jamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara, pemihilah jika berjanji, tunaikan jika dipercaya, jagalah kemahian kalian, tiinduk-kanlah pandangan, dan tahanlah tangan kalian" (HR. Ahmad)

3. Jujur ketika berjanji (shidq al-wa 'ad)

Seorang muslim yang jujur akan senantiasa menepati janji-janjinya kepada siapapun, meskipun hanya terhadap anak kecil. Nabi bersabda:

عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم انه قال من قال لصبي تعال هاك ثم لم يعطيه فهي كذبة

"Barangsiapa berkata kepada anak kecil, kemari soya beri korma ini, kemudian dia tidak memberinya, maka dia telah melakukan kebo-hongan" (HR. Ahmad)

Orang yang sering mengingkari janji juga akan kehilangan kepercayaan orang lain, bahkan akan mendapatkan label munafik, sebagaimana sabda Rasulullah:

عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا ائتمن خان

“Ciri-ciri orang munafik ada tiga, yaitu: jika berkata ia dusta, jika berjanji, ia ingkar, dan jika diper¬caya, ia berkhianat” (HR. Bukhari Muslim)

Sementara itu, Allah memberi pujian orang-orang yang jujur dalam berjanji. Dia memuji Nabi Ismail a.s. yang menepati janji-nya sebagai berikut:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولاً نَّبِيًّا

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ismail di dalam al-Qur 'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang jujur janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi” (Qs. Maryam[19]: 54)

4. Jujur dalam bermu'amalah (shidq al-mu 'amalah)

Jujur dalam niat, lisan dan jujur dalam berjanji tidak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan jujur ketika berinteraksi atau bermu'amalah dengan orang lain. Seorang muslim tidak pernah menipu, memalsu, dan berkhianat sekalipun terhadap non muslim. Ketika ia menjual tidak akan me-ngurangj takaran dan timbangan. Pada saat membeli tidak akan memperberat timbangan dan menambah takaran.

Orang yang jujur dalam bermu'amalah juga senantiasa bersikap santun, tidak sombong dan tidak pamer (riya). Jika orang tersebut melakukan atau meninggalkan sesuatu, semuanya da¬lam koridor Allah swt. Ia tidak tamak dan serakah dalam bermu'amalah.

Barang siapa yang selalu bersikap jujur dalam bermu'amalah maka dia akan menjadi kepercayaan masya¬rakat. Semua orang akan merasa nyaman dan aman berinteraksi dan bermu'amalah dengannya.

5. Jujur dalam berpenampilan sesuai kenyataan (shidq al-hal)

Seorang yang jujur akan senantiasa menampilkan diri apa adanya sesuai kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak memakai topeng dan baju kepalsuan, tidak mengada-ada dan menampilkan diri secarabersahaja. Rasulullah saw. bersabda:

عَنْ أَسْمَاءَ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي ضَرَّةً فَهَلْ عَلَيَّ جُنَاحٌ إِنْ تَشَبَّعْتُ مِنْ زَوْجِي غَيْرَ الَّذِي يُعْطِينِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

“Seorang perempuan bertanya, : Ya Rasulullah, aku mempunyai kebutuhan. Maka apakah aku berdosa jika aku berpura-pura telah dicukupi kebutuhanku oleh suamiku dengan apa yang tidak diberikan kepadaku? Rasul bersabda : orang yang berpura-pura tercukupi dengan apa yang tidak diterimanya sama dengan orang yang memakai dua pakaian palsu” (HR Bukhari)

Maksud hadits ini adalah orang yang berhias dengan sesuatu yang bu-kan miliknya supaya kelihatan kaya, ia sama seperti orang yang memakai dua kepribadian. Orang yang memiliki sifat shidq al-hal tidak akan memak-sakan diri untuk memiliki dan menik-mati sesuatu yang di luar jangkauan kemampuannya. Dia sudah merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya sembari berikhtiar untuk menggapai keinginan-keinginan yang diharapkannya.

No comments:

Post a Comment