Tuesday 13 December 2011

3 Kunci Penyelesaian Kasus Suap Nunun dan DGS

Kunci penyelesaian yang tepat untuk kasus Nunun Nurbaetie dan kasus suap pemilihan Deputi Gebernur Senior (DGS) sangat diperlukan. Mengingat kasus ini merupakan kasus yang komplek dengan melibatkan banyak pihak, mulai dari pengusaha, bankir, politisi hingga orang biasa.

Kasus suap pemilian Deputi Gebernur Senior (DGS) ini mencuat bermula dari pengakuan politisi Agus Condro kepada KPK bahwa dia telah menerima suap ketika pemilihan Deputi Gubernur Senior atau yang terkenal dengan DGS. Ia mengaku telah menerima travel cek bernilai milyaran rupiah. Dari sini berkembang hinga banyak dari politisi yang diajukan ke meja hijau.

Dalam pandangan banyak ahli, Nunun adalah tokoh kunci untuk menguak dan menyelesaikan kasus suap dalam pemilihan DGS. Sementara dalam pemilihan DGS, Miranda S Gultom lah yang terpilih. Kasus suap ini, menurut para ahli juga, tentu melibatkan orang berduit karena membutuhkan dana milyaran rupiah.

Menurut analisis Materi Dakwah Islam dan Kultum, ada 3 hal yang dapat dijadikan sebagai kunci pembuka dan penyelesaian kasus Nunun dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) yang melibatkan banyak pihak termasuk Miranda S Gultom. Ketiga kunci itu adalah kejujuran, keadilan, dan persamaan perlakuan di depan hukum.

  1. Kejujuran
  2. Kejujuran merupakan kunci utama dalam kasus Nunun dalam pemilihan DGS. Kejujuran dimaksudkan sebagai sebuah sikap mengaku terus terang dari siapapun yang bersalah dalam kasus tersebut. Untuk hal ini, Agus Condro adalah orang yang pantas diapresiasi karena mengaku bersalah dan bahkan kemudian berani membongkarnya, sekalipun dia sendiri harus masuk penjara. Mengaku sebagai pihak yang bersalah di depan hukum butuh keberanian yang luar biasa. Berarti, orang yang berani mengaku telah berbuat salah, menyuap, dan korup adalah orang-orang “hebat” meskipun di dalam kesalahannya. Contoh lain dari sifat berani mengaku salah dan bertindak korupsi adalah seorang Kepala desa di Kabupaten Karang Anyar Jawa Tengah. Dalam persidangan dia mengaku terus terang sebagai pihak yang korupsi dan minta dihukum sesuai dengan kesalahannya. Dan hebatnya lagi, dia tidak menunjuk orang lain yang terlibat padahal korupsinya adalah bersama-sama. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, meskipun untuk kasus yang berbeda, tetapi ada orang yang mengaku telah berbuat salah dan minta dihukum. Dia adalah seorang perempuan yang berzina dan mengakui perzinaannya di depan Nabi serta minta dihukum. Padahal, seandainya dia tidak mengaku pastilah tidak ada orang lain yang tahu. Tetapi dia takut kepada hukuman Allah di akherat kelak. Seandainya orang-orang yang terlibat dalam kasus penyuapan pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) takut kepada hukuman Allah di akerat pastilah dia akan jujur mengakui keterlibatan dan kesalahan perbuatannya. Mereka tidak perlu menghindar, melarikan diri, berpura-pura sakit dan minta berobat ke luar negeri serta berpura-pura lupa. Apakah mereka tidak percaya kepada hukuman Allah di akherat kelak? Hanya mereka yang tahu. Satu hal yang perlu diingat, dalam sistem peradilan Ilahi tadak ada yang bisa mengelak dengan cara-cara apapun.
  3. Keadilan
  4. Dalam pandangan Materi Dakwah Islam dan Kultum, KPK, jaksa, hakim, dan siapapun yang terlibat mulai dari penyelidikan, penyidikan, persidangan, penuntutan hingga pemutusan harus benar-benar adil. Adil artinya siapapun yang salah harus ditindak dan putuskan sebagai pihak yang bersalah berdasarkan asas keadilan. Tidak ada pilih kasih, ewuh pekewuh atau tidak enak hati karena orang besar dan atau keluarga orang besar. Adil berarti tidak pandang bulu dan tidak pandang siapa yang berperkara. Keadilan ini dicontohkan Umar bin Khathab ketika mengadili sengketa seorang Yahudi dengan gubernur Mesir. Karena merasa diperlakukan tidak adil oleh gubernur, orang Yahudi tersebut pergi ke Madinah untuk mengadukan halnya kepada Khalifah Umar. Khalifah Umar mengambil tulang dan sebilah pedang. Kemudian sebilah pedang itu Dia gunakan untuk membuat garis lurus di atas tulang. Dan tulang yang sudah digaris lurus dengan pedang tersebut diberikan kepada orang Yahudi dan supaya diserahkan kepada gubernur Mesir. Seketika gemetarlah gubernur Mesir menerima tulang bergaris lurus yang dibuat dengan dengan pedang. Ketika ditanya, “kenapa engkau gemetar wahai Gubernur?”. Jawab Gubernur, “aku telah mendapat peringatan keras atas ketidakaddilanku. Dan aku diperintahkan untuk berbuat adil kepada siapapun. Apabila tidak berbuat adil, maka aku akan bernasib sama seperti tulang yang digaris dengan pedang ini”.
  5. Persamaan perlakuan di depan hukum
  6. Termasuk masalah utama dalam penegakan hukum di Indonesia adalah terkadang tidak mampunya penegak hukum memperlakukan orang yang berperkara di depan hukum. Kepada orang-orang kecil dan tidak mampu dia gunakan pedang tajam. Sementara kepada orang-orang yang besar dan dekat dengan kekuasaan serta berduit, pedangnya menjadi tumpul bahkan tidak dapat digunakan sama sekali. Perlakuan istimewa sering diterima oleh orang-orang “istimewa” pula. Kasus Ayin yang ketahuhan Satgas Anti Mafia Hukum yang mempunyai kamar istemewa seperti hotel adalah salah satu bukti. Melenggangnya Gayus Tambunan keluar sel untuk plesiran ke Bali bahkan keluar negeri hingga berulang kali menjadi bukti lain. Ibarat fenomena gunung es di laut, yang tampak dipermukaan hanya sebagian kecil saja. Tetapi yang tidak kelihatan sungguh teramat banyak.

Akhirnya, kita hanya bisa berharap semoga kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) yang melibatkan Nunun dan yang lain dapat diselesaikan dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya.

Dan ketiga kunci untuk membuka dan menyelesaikan kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) yang ditawarkan oleh Materi Dakwah Islam dan Kultum dapat bermanfaat.

No comments:

Post a Comment