Tuesday 27 December 2011

Metodologi Pemahaman dan Pengamalan Islam

Metodologi Pemahaman dan Pengamalan Islam dalam Muhammadiyah menjadi tema posting Materi Dakwah Islam Dan Kultum kali ini. Hal ini dikandung maksud agar kita sedikit mengenal pola pendekatan Muhammadiyah dalam memahami Islam. Muhammadiyah merupakan organisasi dakwah dan tajdid memiliki ciri khusus dalam memahami Islam. Dalam memahami Islam, Muhammadiyah berhasil memadukan naqli dan aqli, teks dan konteks. Sehingga dengan model pendekatan seperti ini, Muhammadiyah mampu mengikuti perkembangan persoalan keislaman.

Sebelumnya kita telah membaca tentang

Muhammadiyah berhasil memadukan naqli dan aqli, teks dan konteks. Sehingga dengan model pendekatan seperti ini, Muhammadiyah mampu mengikuti perkembangan persoalan keislaman.

Menjadi Muballigh atau Da'i Muhammadiyah yang Bijak dan kini kita mencoba mengenal lebih dekat dengan Muhammadiyah. Perkenalan ini kita awali dengan sedikit mempelajari tentang Metodologi Pemahaman dan Pengamalan Islam dalam Muhammadiyah.

Metodologi Pemahaman dan Pengamalan Islam dalam Muhammadiyah didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam QS. Al-Maidah : 3, QS. Al-Furqan : 1 dan QS. Al-Baqarah : 185. Ayat-ayat yang mengandung prinsip-prinsip dasar tersebut terjemahannya adalah sebagai berikut :

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah : 3)

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi peringatan kepada seluruh alam." (QS. Al-Furqan : 1)

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah : 185)

Tiga Kelemahan Mendasar Pemikiran dan Pemahaman Islam

Sesungguhnya dalam proses pemikiran dan Pemahaman Islam bukan tanpa masalah. Dalam pandangan Muhammadiyah, paling tidak ada tiga kelemahan mendasar yang perlu diwaspadai.

Ketiga hal yang merupakan kelemahan pemikiran dan pemahaman Islam tersebut adalah pertama, tercerabut dari prinsip-prinsip agama (al-ushul al-syar’iyyah) yang baku. Kedua, berkutat dalam berbagai persoalan furu’iyyah dan ketiga, kekeliruan dalam menentukan skala prioritas.

Metodologi Pemahaman Muhammadiyah


Secara umum ada tiga pendekatan yang digunakan orang dalam memahami Islam. Tiga pendekatan tersebut adalah naqli (tradisional), pendekatan secara aqli (rasional), dan yang ketiga adalah pendekatan secara kasyfi (mistis).

Dalam perkembangannya, pendekatan-pendekatan tersebut tidak digunakan secara mandiri. Ada upaya untuk menggabungkannya ketika digunakan dalam memahami Islam. Sebagai contoh adalah Al-Asy’ari yang berusaha menggabungkan antara tradisional dan rasional, dan usaha Al-Ghazali mengharmoniskan pendekatan tradisional dan mistis.

Lalu bagaimana dengan Muhammadiyah? Agar dapat mengerti pola yang digunakan Muhammadiyah maka harus menyelam kedalamnya. Dalam Muhammadiyah ada satu majlis yang bertugas mendekati dan memahami Islam. Majlis tersebut adalah Majlis Tarjih.

Majlis Tarjih yang didirikan pada tahun 1927 sebagai hasil kongres ke-16 di Pekalongan menegaskan prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh dalam memahami Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah : (1) kenisbian akal, (2) tidak berorientasi kepada orang atau madzhab, dan (3) keterbukaan dan toleransi.

Pada mulanya Majlis Tarjih dalam memahami Islam, sebagaimana namanya, hanya melakukan tarjih terhadap dua persoalan yang tampak berlawanan. Yaitu memberikan bobot lebih kepada salah satu pendapat dibandingkan yang lainnya. Maka kemudian yang telah mendapat pentarjihanlah yang diamalkan, sementara yang marjuh tidak diamalkan. Dalam kontek ini Muhammadiyah telah melakukan Ijtihad.

Perlu diketahui bahwa tarjih adalah tingkat ijtihad yang paling rendah dari urutan ijtihad yang ada. Urutan ijtihad adalah ijtihad mutlak, ijtihad muntasib, ijtihad dalam madzhab dan tarjih.

Awalnya memang demikian, tetapi seiring perjalanan waktu tarjih dalam Muhammadiyah mengalami perkembangan dari yang semula sederhana, meningkat menjadi mendalam dan luas. Dari yang semula hanya berbentuk pemilihan pendapat, kemudian berkembang menjadi suatu bentuk instinbath hukum bagi kasus-kasus yang belum ditetapkan hukumnya oleh ulama-ulama terdahulu. Dalam proses ini tidak dilakukan secara individual, melainkan melalui forum musyawarah jama’ah.

Ijtihad yang Sering Digunakan Muhammadiyah

  1. Ijtihad Bayani yakni menjelaskan hukum yang kasusnya telah terdapat dalam nash Al-qur’an dan Hadits
  2. Ijtihad Qiyasi yakni menyelesaikan kasus baru dengan cara menganalogikan dengan kasus yang hukumnya telah termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ijtihad Qiyasi tidak digunakan dalam ibadah mahdhah
  3. Ijtihad Istishlahi yakni menyelesaikan kasus baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits dengan cara menggunakan penalaran yang didasarkan atas kemaslahatan
  4. Muhamadiyah hanya mengakui ijma’ yang dilakukan oleh para sahabat nabi.

Demikian, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang Muhammadiyah dan pemikirannya, Muhammadiyah dan gerakannya serta Muhammadiyah dan pendekatan-pendekatannya.

No comments:

Post a Comment